SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU
KEDOKTERAN DI EROFA DAN ISLAM
Ancient
Egypt was a civilization of ancient in
the northeastern part of Africa. This civilization centered along the lower
reaches of the Nile. This civilization began with the unification
of Upper Egypt and Lower around 3150 BC, [1] and further evolved for more than three
millennia. History flows through a period of stable kingdoms, each
mediated by a period of instability known as Intermediate Period.Ancient Egypt
reached its peak during the New Kingdom. Furthermore,
this civilization began to decline. Egypt conquered by foreign powers in
the final period. Power pharaoh officially considered to end at
around 31 BC, when the Roman Empire conquered and
made the territory of Egypt Ptolemy as
part of the Roman province. [2] Although this is not a foreign occupation first
against Egypt, the period of Roman rule led to a change of politics and
religion gradually valley of the Nile, which effectively marked the end of the
development of an independent Egyptian civilization.
Ancient
Egyptian civilization was based on control of a good balance between the
natural and human resources, characterized primarily by:
·
utilization of
minerals from the valley and surrounding desert regions;
·
organization of
collective projects;
·
activities of the military that demonstrate the power of the country's
cultural / ethnic neighbors on several different periods.
Management
of these activities carried out by the authorities of social, political, and
economic, which is under the supervision of the figure of Pharaoh. [3] [4]
The
achievements of civilization of Ancient Egypt, among others: the construction
techniques of monuments such as the pyramids,temples, and obelisks; knowledge of mathematics; treatment
techniques; irrigation systems and agriculture; The first ship ever
known;[5] technology faience and glass; new art and architecture; literature of Ancient Egypt; and the first peace treaty ever known. [6] Egypt has left a lasting legacy. Much
imitated art and architecture, and antiques made in this civilization was brought
up to the end of the world. Monumental ruins became the inspiration for
travelers and writers for centuries.
History
At
the end of the Paleolithic, the climate
of Northern Africa became
increasingly hot and dry. As a result, residents in the area forced
centered along the Nile. Previously, since human hunter-gatherers began
to stay in the region at the end of the Middle Pleistocene (about
120 thousand years ago), the Nile has been the lifeblood of Egypt. [7] The flood plain of the Nile fertile provides an
opportunity for people to develop agriculture and society centralized and
sophisticated, which became the foundation for the history of human
civilization.
Pradinasti
period
In
pre and early dynasties, the Egyptian climate is more fertile than
today. Most parts of Egypt is covered by savannah woodland and traversed byungulates grazing. Flora and fauna are more productive
and the Nile sustains life waterfowl. Poaching is one of the main
livelihood of the Egyptians. In addition, in this period, many animals
were domesticated. [9]
Jars on pradinasti period.
Around
the year 5500 BC, small tribes that settled in the Nile Valley has evolved into
a civilization that controls the agriculture and animal husbandry. Their
civilization can also be known through pottery and personal items, such as
combs, bracelets, and beads. Civilization the greatest of early
civilizations is Badari in Upper Egypt, which is known for ceramics,
stone tools, and the use of copper. [10]
In
Northern Egypt, Badari was followed by Amratia and Gerzia civilization, [11] which showed some technological
development. Preliminary evidence suggests a link between Gerzia
with Canaan and the Byblos coast. [12]
Meanwhile,
in southern Egypt, the civilization Naqada, similar to the Badari, began to expand his power
along the Nile around 4000 BC. Since the time Naqada I, the pre-dynastic
Egyptians imported obsidian from Ethiopia, to form swords and other objects made of flake. [13] After about 1000 years, Naqada civilization
evolved from a small farming communities into a powerful
civilization. Their leader full power over the people and natural
resources of the Nile valley. [14] Having established powerhouse in Hierakonpolis, and later at Abydos, Naqada
III rulers extend their rule to the north. [15]
Naqada
culture makes a wide range of material goods - which indicates an increase in
power and wealth of the rulers - such as painted pottery, decorative stone
vases are of high quality, plate cosmetics, and jewelry made of gold, lapis,
and ivory. They also developed a ceramic glazeknown as faience. [16] In the final phase of the pre-dynastic Naqada
culture began using written symbols which would evolve into a system of hieroglyphs for
writing the ancient Egyptian language
Early
Dynastic Period
Pastor Egypt in the 3rd century BC, Manetho, classifying a
long lineage of pharaohs from Menes to his time into 30 dynasties. This system is
still used to this day. [19] He chose to
begin the official history with the king named "Meni" (or Menes in Greek),
which is believed to have been uniting the kingdom of Upper
Egypt andLower (around 3200
BC). [20] the transition
to a unified state actually take place more gradually, in contrast to what was
written by the authors of Ancient Egypt, and there is no contemporary records
about Menes. Some experts now believe that the
figure of "Menes" may be Narmer, depicted
wearing royal regalia on a plate
Narmer which is a symbol of unification. [21]
In the Early Dynastic Period, about
3150 BC, the first pharaoh of Egypt strengthen their grip on the downstream by
establishing a capital
KEDOKTERAN DALAM ISLAM (SEJARAH & PERKEMBANGANNYA)
Ikhtiar manusia dalam mengatasi penyakit yang dideritanya
telah berkembang sejak ribuan tahun lalu. Berawal dari insting yang diberikan
Allah, manusia mampu mengatasi penyakitnya. Selanjutnya pengetahuan mengenai
penyakit dan ilmu pengobatan terus berkembang seiring perkembangan peradaban
manusia.
Dalam perjalanannya, ilmu pengetahuan seolah-olah terbagi dua kutub yang berbeda, antara pengobatan timur dan pengobatan barat. Kini seakan-akan barat mengklaim perkembangan ilmu kedokteran saat ini murni dari peradaban barat.
Padahal, ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam yang tengah berkembang pesat di Timur Tengah. Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah Rumah Sakit besar berdiri.
Pada masa kejayaan Islam, Rumah Sakit tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru.
Sekolah kedokteran pertama yang dibangun umat Islam adalah sekolah Jindi Shapur di Baghdad. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius dan sistematik. Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Rumah Sakit terkemuka pertama yang dibangun umat Islam berada di Damaskus pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid dari Dinasti Umayyah pada 706 M. Namun, rumah sakit terpenting yang berada di pusat kekuasaan Dinasti Umayyah itu bernama Al-Nuri. Rumah sakit itu berdiri pada 1156 M, setelah era kepemimpinan Khalifah Nur Al-Din Zinki pada 1156 M.
Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang. `’Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran.”
Baca terus...
A. Perkembangan Kedokteran Pada Masa Sebelum Masehi
Ilmu kedokteran pada masa purba berkembang seiring dengan perkembangan kecerdasan dan kreativitas manusia. Sejarah mencatat pada masa purba telah dikenal pijat-memijat, ramu-ramuan obat dan juga alat-alat perdukunan. Hal ini didasarkan pada insting (gharizah) yang dianugerahkan Allah Swt, bermula dari pengalaman seseorang salah saru bagian tubuhnya mengalami sakit, secara refleks ia memijat bagian yang sakit tersebut. Apa bila tidak mengalami kemajuan mereka mulai melihat binatang-binatang yang makan buah atau tanaman tertentu bila sakit, kemudian dicoba sendiri dan bila sembuh diberikan ramuan tersebut pada orang lain, bahkan sejarah mencatat pada masa purba pula sudah dikenal pembedahan. Kemudian pengetahuan tersebut diturunkan secara generasi ke generasi, namun biasanya kemampuan pengobatan tersebut masih diliputi oleh unsur syirik, penyembahan pada nenek moyang dan sebagainya.
B. Perkembangan Kedokteran Pada Masa Sebelum Nabi, Masa Sumeria dan Arkadia
Sumeria termasuk wilayah Irak sekarang, yaitu di dekat sungai Furat (Eufrat) & sungai Dajlah (Tigris). Menurut data sejarah, tabib-tabib bangsa Sumeria telah mengenal pengobatan sejak 4000 tahun sebelum masehi. Pada masa tersebut terdapat dua cara pengobatan; Pertama, menggunakan pengobatan dukun (menggunakan ramuan, pijatan, lalu dijampi dengan meminta bantuan jin). Kedua, dengan pengobatan yang ilmiah dimasa itu (ramuan herba, madu, al-kayy bakar, lasah (fisioterapi), bahkan para tabib telah menuliskan ilmu-ilmunya dalam buku-buku yang dibuat dari tanah liat.
Sedangkan Arkadia berada di Utara Irak bagian tengah tepatnya di pertemuan antara sungai Furat (Eufrat) & sungai Dajlah (Tigris), kedokteran sempat mencapai masa gemilang dimasa Raja Sargon, yang bahkan dari sejarah dikisahkan putri Raja Sargon, Anhiduana selain menjadi pendeta juga sebagai pengkaji berbagai jenis pengobatan.
Babilonia
Bangsa Babiluuniyah (Babilon) masih serumpun dengan bangsa Arkadia dengan Raja Hamurabi sebagai raja sangat terkenal. Dimasa Raja Hamurabi kemajuan segala ilmu didapat. Bidang kedokteran yang berkembang saat itu antara lain al-kayy bakar, lasah (fisioterapi), ilmu peramu obat (farmakologi) dan bahkan konon telah ada obat-obatan jaman Babilonia dalam bentuk pil. Dibidang kedokteran didapati yang terkenal dimasa itu adalah dibedakannya antara tabib dengan kahin (dukun). Tabib berperan sebagaiahli pengobatan yang jauh dari tahayul, sedangkan kahin/dukun masih menghubungkan segala sesuatu dengan hal yang di luar jangkauan akal.
Mesir
Mesir di masa Fir’aun telah memiliki peradaban yang tinggi mengungguli peradaban bangsa lain, termasuk di dalamnya ilmu kedokteran. Pada masa Fir’aun Ramses II (sekitar + 1200 tahun sebelum masehi) di kota Thebe dan Memphis telah didirikan pusat pengkajian ilmu kedokteran.
Di Mesir pun dikenal dua macam pengobatan; Pertama dengan khahin (dukun) yang meminta bantuan pada jin berupa sihir-sihir. Di masa itu dikenal pula pembedahan namun dilakukan hanya dengan menggunakan telunjuk dan dikatupkan kembali dengan ibu jari, dan konon tidak meninggalkan bekas, selain itu juga dikenal pula pengobatan pijat jarak jauh, pengobatan ini dilakukan oleh kahin-kahin (dukun-dukun) yang telah meminta bantuan jin lewat sihir-sihir mereka. Kedua dengan pengobatan ilmiah. Pengobatan ini hingga saat ini telah membuat takjub ilmu kedokteran modern saat ini. Mereka telah mampu melakukan pembedahan besar. Perkembangan kedokteran Mesir telah mengenal anastesi yang dinamakan Taftah. Mereka pun telah mengenal cara diagnosa dengan menggunakan detak nadi pasien. Diagnosa warna lidah pun telah dikenal saat itu. Dapat disimpulkan metode kedokteran di masa Mesir telah maju.
Persia
Bangsa Persia merupakan serumpun dengan bangsa Aria India, Yunani, Romawi, Isbanji, Jerman dan rumpun Aria Eropa. Bangsa ini hidup pada sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Ilmu Kedokteran pada masa itu sangat tinggi. Mereka mengkitabkan ilmu kedokteran dalam lempengan tanah liat, kulit dan lembaran tembaga. Aksara yang digunakan adalah tulisan paku yang berasal dari aksara Sumeria.
Cabang ilmu kedokteran yang berkembang pada masa itu adalah; kedokteran mata -berkembang di kota Syahran, kedokteran kandungan di kota Madyan dan kedokteran umum di kota Jundi Kirman. Metode bedah yang dikembangkan sangat baik mereka sangat baik dalam menjahit kembali bagian tubuh yang dibedah. Mereka menggunakan afium (opium) sebagai anastesi (pembiusan). Alat-alat kedokteran pun telah berkembang sangat baik, mereka telah menggunakan logam sebagai alat kedokteran & bedah.
Untuk sekolah kedokteran mereka sangat tertata rapi. Mereka memiliki kurikulum yang sudah terstruktur baik, dengan tingkat-tingkat pemahaman yang diberikan.
Hindustan
Hindustan kita kenal dengan sistem kasta atau strata sosialnya. Kasta-kasta tinggi menjadi penguasa dan kasta rendah menjadi pekerja. Begitu pula dalam kedokteran, ilmu kedokteran Hindustan banyak dimonopoli oleh kasta Brahmana dan beberapa orang dari kasta Ksatria.
Lembaga pengkajian kedokteran sudah sangat maju di sana, diantaranya terdapat di Mathura, Pataliputra dan Indraprahasta. Di Hindustan berkembang berbagai macam metode kedokteran; Pertama yang berasaskan agama, yang berpangkal pada Atharwaweda (weda) atau Ayurweda. Kedua metode tidak berasaskan agama, melainkan berasaskan ilmu kedokteran murni. Ketiga metode campuran, yaitu metode kedokteran yang dicampur dengan sihir.
Pengobatan yang bersumber dari kitab Weda sertakitab-kitab Upanisad dan Ramapitara antara lain: penyembuhan dengan terapi pernafasan yang biasa disebut Yoga, penyembuhan dengan terapi upawasa (puasa) dan tapa, penyembuhan dengan terapi Dahtayana (tenaga dalam) hingga pengobatan dengan perabaan jarak jauh. Ada juga pengobatan dengan terapi air, pengobatan dengan tusukan dan bedah. Dalam kitab Hindu “Susruta Samhita” diceritakan bahwa Susruta dapat membentuk telinga buatan pada seorang yang telinganya terpotong. Susruta ini sebenarnya adalah seorang tabib bedah saat itu, namun tabib-tabib Hindustan setelahnya selalu memejamkan mata, memanggil nama Susruta agar membantu dalam pembedahan secara gaib. Dalam hal ramuan obat, peramu obat Hindustan hampir sama dengan peramu dari Persia.
Walaupun tabib-tabib Hindustan sudah sangat maju dalam pengobatan, mereka masih mencampurkan antara ilmu kedokteran dengan praktek kahin (perdukunan). Kemajuan yang gemilang yang didapat dari pengobatan Hindustan adalah, tabib-tabib mereka telah dapat melakukan pembedahan minor pada daging tumbuh dan semacamnya.
Suriah & Iskandariah
Kedokteran bangsa Suriah dan Iskandariah masih berpangkal pada ilmu kedokteran Mesir Purba dan ilmu kedokteran Funisia. Kitab-kitab kedokteran bangsa suriah ditulis dalam bahasa Suryani, yaitu bahasa serumpun Arab. Cabang-cabang kedokteran yang berkembang di Suriah adalah: (1) Pengobatan al-kayy yang dikenal dengan pengobatan al-kayy Syam. (2) Pembedahan besar dan pembedahan kecil (3) Lasah (fisioterapi) otot, syaraf dan tulang (4) Pengobatan al-hijamah / bekam dan fashid. (5) pengobatan dengan ramuan herbal.
Pada masa agama Nasrani berkembang di Suriah, ilmu kedokteran Suria mengalami kemunduran. Rahib-rahib Nasrani ikut turun tangan mengobati pesakit menggantikan tabib-tabib. Mereka membawakan pengobatan doa dan pengampunan, perabaan kasih Al-Masih, percikan air suci Maria, sentuhan Salib Suci dan lainnya mirip kahin-kahin (dukun) Dewa Ba’al. Hampir semua penyakit dihubungkan dengan kutukan, dosa dari Nabi Adam dan Hawa dan semua itu harus ditebus dengan perabaan kasih Al-Masih, percikan air suci Maria, sentuhan Salib Suci dan lainnya.
Seorang gila dianggap kerasukan setan dan kena rayuan bisikan Iblis. Setan itu bermukim di kepala orang gila tersebut oleh karenanya perlu dikeluarkan dengan jalan memahat kepala orang gila tersebut agar setannya keluar dari lobang pahatan, Pengobatan semacam ini terdapat juga di Iskandariah, Romawi sampai ke Andalusia pada kurun waktu 1500 Masehi.
Romawi & Yunani
Sejarah Yunani dan Romawi telah ada semenjak 500 tahun sebelum Masehi. Di sana telah banyak dokter/tabib terkenal, namun dokter/tabib Yunani dan Romawi biasanya merangkap sebagai kahin (dukun) atau sebaliknya. Kahin-kahin tersebut dianggap sebagai perantara bagi dewa-dewa Olympus. Bentuk pemujaan dewa-dewa tersebut tecermin dari penggunaan nama dan simbol keagamaan Yunani dan Romawi.
Dalam hal penggunaan nama, istilah dan lambang hingga saat ini pun masih digunakan nama, istilah dan lambang yang berpangkal dari simbol keagamaan Yunani dan Romawi purba dan tidak sedikit dokter-dokter muslim terbawa latah mengikutinya.
Diantara nama-nama yang digunakan dalam kedokteran modern saat ini adalah:
* Aesculapius, dewa obat-obatan berwujud ular
* Hygeia, dewi kesehatan
* Psyiko, dewa kejiwaan
* Venus, dewi kebirahian
Adapun lambang-lambang yang masih digunakan sekarang adalah:
* Lambang Piala dan Ular
* Lambang Tongkat dan Ular
* Tanda Rx, “Recipe-Recipere” (diberikan atau diambilkan)
Semua lambang merupakan berasal dari “Lambang Altar” Dewa Jupiter atau Zeus Pater. Lambang ini dianggap sebagai azimat penangkal dan induk penyembuhan. Tabib-tabib Yunani biasa menuliskan surat obat (resep) yang terdapat tulisan “semoga Dewa Jupiter segera memberikan kesembuhan”
Kita dapat melihat bentuk ikut-ikutnya dokter saat ini dalam sebuah ajaran agama pagan yang mengimani dewa dan dewi Yunani dalam sumpah kedokteran modern yang kita kenal dengan Sumpah Hippokrates;
….
* I swear by Apollo Physician and Asclepius and Hygieia and Panaceia and all the gods and goddesses, making them my witnesses, that I fulfil according to my ability and judgement this oath and this covenant.
Saya bersumpah demi (Tuhan) … bahwa saya akan memenuhi sesuai dengan kemampuan saya dan penilaian saya guna memenuhi sumpah dan perjanjian ini.
….
Semua lambang-lambang ini sering kita lihat bukan? Sadarkah kita kalau semua ini adalah praktek-praktek agama paganisme?
C. Perkembangan Kedokteran Pada Masa Nabi dan Sesudah Nabi
Pada masa Nabi perkembangan kedokteran sudah sangat maju. Telah banyak terapi-terapi yang bermunculan. Namun, dari sekian banyak terapi, Rasulullah memilih cara pengobatan dengan cara bekam dan madu sebagai ikhtiar memperoleh kesembuhan dari As-Syafii, Allah Yang Maha Penyembuh.
Hal itu di tegaskan dalam hadits yang disabdakan dalam Kitab Ath Thib: “Dari Ibn ‘Abbas ra. Dari Nabi saw. telah bersabda: Kesembuhan (obat) itu ada pada tiga perkara yaitu minum madu, berbekam dan berobat dengan api, dan aku melarang umatku berobat dengan api itu.” (HR. Bukhari).
Dan pengobatan dengan madu diperkuat dengan firman Allah swt. dalam Al-Qur’an. Allah swt berfirman “…..Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkannya. (An-Nahl 16 : 69). Selain itu Rasulullah juga mengajarkan pengobatan dengan habbatus sauda, air Zam-Zam dan ruqyah.
Setelah Rasulullah wafat, Ibu Sina seorang ilmuwan Islam mempelajari dan menerjemahkan kitab-kitab mengenai berbagai ilmu di istana Samani pada saat Raja Bukhara Nuh bin Manshur berkuasa. Ibnu Sina atau juga dikenal dengan Aviciena kemudian menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran. Kitab itu dalam ilmu kedokteran menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab itu mengupas kaidah-kaidah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 Masehi, Kitab Al Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan dalam bahasa latin, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab itu pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas di Eropa dan kemudian berkembang ke seluruh dunia. Hingga kini Al Qanun dipergunakan dalam metode pengobatan konvensional/medik yang umum dikenal masyarakat dan ditangani para dokter dan ahli-ahli medis, yang terdidik dalam ilmu kedokteran.
Pengembangan Dunia Pengobatan
Saat ini pengobatan yang berasal dari Barat dikenal dengan istilah Alopati. Pengobatan ini memiliki banyak kelebihan seperti penggunaan teknologi modern untuk mendeteksi penyakit (clinical diagnosis), melakukan operasi (pembedahan) pembuatan obat-obatan (farmakologi), penanganan mata (optalmologi), penghilang rasa atau bius (anestisologi). Pengobatan konvensional telah dilengkapi dengan berbagai temuan mutakhir dalam kasus-kasus tertentu. Seperti penanganan kecelakaan, cedera pemindahan organ tubuh, cangkok dan sebagainya.
Selain itu juga berkembang pula di masyarakat berbagai pengobatan diantaranya akupuntur, akupresur, dan batu giok. Ada juga dengan menggunakan praktek sihir yang ditangani oleh para normal, dukun atau orang-orang yang dianggap pandai. Diakui ataupun tidak sejak zaman purba hingga zaman sekarang, praktik pengobatan seperti ini sangatlah disukai oleh masyarakat padahal Rasulullah telah bersabda:
“Barang siapa yang datang kepada dukun menanyakan suatu perkara lalu membenarkan ucapan dukun itu, kufurlah ia terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw. dan barang siapa datang dan tidak membenarkannya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (H.R. Thabrani).
Kita mesti waspada, mengandalkan kekuatan mistis yang terkadang pengobatannya tidak masuk diakal, adalah praktik pengobatan yang melanggar sunnatullah. Bisa saja setelah berobat secara mistis atau sihir, seseorang sembuh dari suatu penyakit. Namun, perlu diketahui proses kesembuhan tersebut menggunakan bantuan jin dan biasanya bersifat sementara. Memang ketergantungan seseorang kepada jin itulah yang menjadi target utama syetan untuk menghancurkan akidah seorang hamba Allah.
Ath-Thibbun Nabawi
Ath-Thibbun Nabawi ialah pengobatan cara Nabi Muhammad saw. Nabi kita memang tidak diturunkan sebagai seorang tabib, tetapi kita yakin bahwa yang disabdakan Rasul ialah merupakan wahyu. Ciri khas dari pengobatan ini bersifat Ilahiah dan alamiah. Sesuai dengan konsep Islam yang bersifat fitrah, dari mulai aqidah, ibadah, muamalah, demikian juga dalam pengobatannya. Seperti yang disebutkan oleh DR. Ja’far Khadem Yamani, Syari’ah Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. terkandung nilai-nilai aththib (kedokteran) yang murni dan tinggi. Karena prinsip dari syari’ah Islam ialah membawa maslahat umat manusia pada masa sekarang dan yang akan datang.
Dari berbagai pengobatan yang ada sekarang ini kaum muslimin dapat memilih dari bermacam pengobatan yang ada sekarang ini. pengobatan itu haruslah tidak melanggar syari’at Islam dan tidak merusak tubuh serta kecacatan. Apabila kita berobat dengan racikan yang tidak terjamin halalan thayyibannya akankah Allah ridho dengan cara seperti itu? Padahal seluruh sendi kehidupan kita hanya mencari ridho-Nya. Belum cukup yakinkah kita dengan apa yang disabdakan dan pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw.?
Awal Perkembangan Sebelum Islam
Dalam perjalanannya, ilmu pengetahuan seolah-olah terbagi dua kutub yang berbeda, antara pengobatan timur dan pengobatan barat. Kini seakan-akan barat mengklaim perkembangan ilmu kedokteran saat ini murni dari peradaban barat.
Padahal, ketika era kegelapan mencengkram Barat pada abad pertengahan, perkembangan ilmu kedokteran diambil alih dunia Islam yang tengah berkembang pesat di Timur Tengah. Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat. Sejumlah Rumah Sakit besar berdiri.
Pada masa kejayaan Islam, Rumah Sakit tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru.
Sekolah kedokteran pertama yang dibangun umat Islam adalah sekolah Jindi Shapur di Baghdad. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah yang mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu sebagai dekan sekolah kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius dan sistematik. Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Rumah Sakit terkemuka pertama yang dibangun umat Islam berada di Damaskus pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid dari Dinasti Umayyah pada 706 M. Namun, rumah sakit terpenting yang berada di pusat kekuasaan Dinasti Umayyah itu bernama Al-Nuri. Rumah sakit itu berdiri pada 1156 M, setelah era kepemimpinan Khalifah Nur Al-Din Zinki pada 1156 M.
Tak heran, bila penelitian dan pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era kejayaan peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang. `’Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran.”
Baca terus...
A. Perkembangan Kedokteran Pada Masa Sebelum Masehi
Ilmu kedokteran pada masa purba berkembang seiring dengan perkembangan kecerdasan dan kreativitas manusia. Sejarah mencatat pada masa purba telah dikenal pijat-memijat, ramu-ramuan obat dan juga alat-alat perdukunan. Hal ini didasarkan pada insting (gharizah) yang dianugerahkan Allah Swt, bermula dari pengalaman seseorang salah saru bagian tubuhnya mengalami sakit, secara refleks ia memijat bagian yang sakit tersebut. Apa bila tidak mengalami kemajuan mereka mulai melihat binatang-binatang yang makan buah atau tanaman tertentu bila sakit, kemudian dicoba sendiri dan bila sembuh diberikan ramuan tersebut pada orang lain, bahkan sejarah mencatat pada masa purba pula sudah dikenal pembedahan. Kemudian pengetahuan tersebut diturunkan secara generasi ke generasi, namun biasanya kemampuan pengobatan tersebut masih diliputi oleh unsur syirik, penyembahan pada nenek moyang dan sebagainya.
B. Perkembangan Kedokteran Pada Masa Sebelum Nabi, Masa Sumeria dan Arkadia
Sumeria termasuk wilayah Irak sekarang, yaitu di dekat sungai Furat (Eufrat) & sungai Dajlah (Tigris). Menurut data sejarah, tabib-tabib bangsa Sumeria telah mengenal pengobatan sejak 4000 tahun sebelum masehi. Pada masa tersebut terdapat dua cara pengobatan; Pertama, menggunakan pengobatan dukun (menggunakan ramuan, pijatan, lalu dijampi dengan meminta bantuan jin). Kedua, dengan pengobatan yang ilmiah dimasa itu (ramuan herba, madu, al-kayy bakar, lasah (fisioterapi), bahkan para tabib telah menuliskan ilmu-ilmunya dalam buku-buku yang dibuat dari tanah liat.
Sedangkan Arkadia berada di Utara Irak bagian tengah tepatnya di pertemuan antara sungai Furat (Eufrat) & sungai Dajlah (Tigris), kedokteran sempat mencapai masa gemilang dimasa Raja Sargon, yang bahkan dari sejarah dikisahkan putri Raja Sargon, Anhiduana selain menjadi pendeta juga sebagai pengkaji berbagai jenis pengobatan.
Babilonia
Bangsa Babiluuniyah (Babilon) masih serumpun dengan bangsa Arkadia dengan Raja Hamurabi sebagai raja sangat terkenal. Dimasa Raja Hamurabi kemajuan segala ilmu didapat. Bidang kedokteran yang berkembang saat itu antara lain al-kayy bakar, lasah (fisioterapi), ilmu peramu obat (farmakologi) dan bahkan konon telah ada obat-obatan jaman Babilonia dalam bentuk pil. Dibidang kedokteran didapati yang terkenal dimasa itu adalah dibedakannya antara tabib dengan kahin (dukun). Tabib berperan sebagaiahli pengobatan yang jauh dari tahayul, sedangkan kahin/dukun masih menghubungkan segala sesuatu dengan hal yang di luar jangkauan akal.
Mesir
Mesir di masa Fir’aun telah memiliki peradaban yang tinggi mengungguli peradaban bangsa lain, termasuk di dalamnya ilmu kedokteran. Pada masa Fir’aun Ramses II (sekitar + 1200 tahun sebelum masehi) di kota Thebe dan Memphis telah didirikan pusat pengkajian ilmu kedokteran.
Di Mesir pun dikenal dua macam pengobatan; Pertama dengan khahin (dukun) yang meminta bantuan pada jin berupa sihir-sihir. Di masa itu dikenal pula pembedahan namun dilakukan hanya dengan menggunakan telunjuk dan dikatupkan kembali dengan ibu jari, dan konon tidak meninggalkan bekas, selain itu juga dikenal pula pengobatan pijat jarak jauh, pengobatan ini dilakukan oleh kahin-kahin (dukun-dukun) yang telah meminta bantuan jin lewat sihir-sihir mereka. Kedua dengan pengobatan ilmiah. Pengobatan ini hingga saat ini telah membuat takjub ilmu kedokteran modern saat ini. Mereka telah mampu melakukan pembedahan besar. Perkembangan kedokteran Mesir telah mengenal anastesi yang dinamakan Taftah. Mereka pun telah mengenal cara diagnosa dengan menggunakan detak nadi pasien. Diagnosa warna lidah pun telah dikenal saat itu. Dapat disimpulkan metode kedokteran di masa Mesir telah maju.
Persia
Bangsa Persia merupakan serumpun dengan bangsa Aria India, Yunani, Romawi, Isbanji, Jerman dan rumpun Aria Eropa. Bangsa ini hidup pada sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Ilmu Kedokteran pada masa itu sangat tinggi. Mereka mengkitabkan ilmu kedokteran dalam lempengan tanah liat, kulit dan lembaran tembaga. Aksara yang digunakan adalah tulisan paku yang berasal dari aksara Sumeria.
Cabang ilmu kedokteran yang berkembang pada masa itu adalah; kedokteran mata -berkembang di kota Syahran, kedokteran kandungan di kota Madyan dan kedokteran umum di kota Jundi Kirman. Metode bedah yang dikembangkan sangat baik mereka sangat baik dalam menjahit kembali bagian tubuh yang dibedah. Mereka menggunakan afium (opium) sebagai anastesi (pembiusan). Alat-alat kedokteran pun telah berkembang sangat baik, mereka telah menggunakan logam sebagai alat kedokteran & bedah.
Untuk sekolah kedokteran mereka sangat tertata rapi. Mereka memiliki kurikulum yang sudah terstruktur baik, dengan tingkat-tingkat pemahaman yang diberikan.
Hindustan
Hindustan kita kenal dengan sistem kasta atau strata sosialnya. Kasta-kasta tinggi menjadi penguasa dan kasta rendah menjadi pekerja. Begitu pula dalam kedokteran, ilmu kedokteran Hindustan banyak dimonopoli oleh kasta Brahmana dan beberapa orang dari kasta Ksatria.
Lembaga pengkajian kedokteran sudah sangat maju di sana, diantaranya terdapat di Mathura, Pataliputra dan Indraprahasta. Di Hindustan berkembang berbagai macam metode kedokteran; Pertama yang berasaskan agama, yang berpangkal pada Atharwaweda (weda) atau Ayurweda. Kedua metode tidak berasaskan agama, melainkan berasaskan ilmu kedokteran murni. Ketiga metode campuran, yaitu metode kedokteran yang dicampur dengan sihir.
Pengobatan yang bersumber dari kitab Weda sertakitab-kitab Upanisad dan Ramapitara antara lain: penyembuhan dengan terapi pernafasan yang biasa disebut Yoga, penyembuhan dengan terapi upawasa (puasa) dan tapa, penyembuhan dengan terapi Dahtayana (tenaga dalam) hingga pengobatan dengan perabaan jarak jauh. Ada juga pengobatan dengan terapi air, pengobatan dengan tusukan dan bedah. Dalam kitab Hindu “Susruta Samhita” diceritakan bahwa Susruta dapat membentuk telinga buatan pada seorang yang telinganya terpotong. Susruta ini sebenarnya adalah seorang tabib bedah saat itu, namun tabib-tabib Hindustan setelahnya selalu memejamkan mata, memanggil nama Susruta agar membantu dalam pembedahan secara gaib. Dalam hal ramuan obat, peramu obat Hindustan hampir sama dengan peramu dari Persia.
Walaupun tabib-tabib Hindustan sudah sangat maju dalam pengobatan, mereka masih mencampurkan antara ilmu kedokteran dengan praktek kahin (perdukunan). Kemajuan yang gemilang yang didapat dari pengobatan Hindustan adalah, tabib-tabib mereka telah dapat melakukan pembedahan minor pada daging tumbuh dan semacamnya.
Suriah & Iskandariah
Kedokteran bangsa Suriah dan Iskandariah masih berpangkal pada ilmu kedokteran Mesir Purba dan ilmu kedokteran Funisia. Kitab-kitab kedokteran bangsa suriah ditulis dalam bahasa Suryani, yaitu bahasa serumpun Arab. Cabang-cabang kedokteran yang berkembang di Suriah adalah: (1) Pengobatan al-kayy yang dikenal dengan pengobatan al-kayy Syam. (2) Pembedahan besar dan pembedahan kecil (3) Lasah (fisioterapi) otot, syaraf dan tulang (4) Pengobatan al-hijamah / bekam dan fashid. (5) pengobatan dengan ramuan herbal.
Pada masa agama Nasrani berkembang di Suriah, ilmu kedokteran Suria mengalami kemunduran. Rahib-rahib Nasrani ikut turun tangan mengobati pesakit menggantikan tabib-tabib. Mereka membawakan pengobatan doa dan pengampunan, perabaan kasih Al-Masih, percikan air suci Maria, sentuhan Salib Suci dan lainnya mirip kahin-kahin (dukun) Dewa Ba’al. Hampir semua penyakit dihubungkan dengan kutukan, dosa dari Nabi Adam dan Hawa dan semua itu harus ditebus dengan perabaan kasih Al-Masih, percikan air suci Maria, sentuhan Salib Suci dan lainnya.
Seorang gila dianggap kerasukan setan dan kena rayuan bisikan Iblis. Setan itu bermukim di kepala orang gila tersebut oleh karenanya perlu dikeluarkan dengan jalan memahat kepala orang gila tersebut agar setannya keluar dari lobang pahatan, Pengobatan semacam ini terdapat juga di Iskandariah, Romawi sampai ke Andalusia pada kurun waktu 1500 Masehi.
Romawi & Yunani
Sejarah Yunani dan Romawi telah ada semenjak 500 tahun sebelum Masehi. Di sana telah banyak dokter/tabib terkenal, namun dokter/tabib Yunani dan Romawi biasanya merangkap sebagai kahin (dukun) atau sebaliknya. Kahin-kahin tersebut dianggap sebagai perantara bagi dewa-dewa Olympus. Bentuk pemujaan dewa-dewa tersebut tecermin dari penggunaan nama dan simbol keagamaan Yunani dan Romawi.
Dalam hal penggunaan nama, istilah dan lambang hingga saat ini pun masih digunakan nama, istilah dan lambang yang berpangkal dari simbol keagamaan Yunani dan Romawi purba dan tidak sedikit dokter-dokter muslim terbawa latah mengikutinya.
Diantara nama-nama yang digunakan dalam kedokteran modern saat ini adalah:
* Aesculapius, dewa obat-obatan berwujud ular
* Hygeia, dewi kesehatan
* Psyiko, dewa kejiwaan
* Venus, dewi kebirahian
Adapun lambang-lambang yang masih digunakan sekarang adalah:
* Lambang Piala dan Ular
* Lambang Tongkat dan Ular
* Tanda Rx, “Recipe-Recipere” (diberikan atau diambilkan)
Semua lambang merupakan berasal dari “Lambang Altar” Dewa Jupiter atau Zeus Pater. Lambang ini dianggap sebagai azimat penangkal dan induk penyembuhan. Tabib-tabib Yunani biasa menuliskan surat obat (resep) yang terdapat tulisan “semoga Dewa Jupiter segera memberikan kesembuhan”
Kita dapat melihat bentuk ikut-ikutnya dokter saat ini dalam sebuah ajaran agama pagan yang mengimani dewa dan dewi Yunani dalam sumpah kedokteran modern yang kita kenal dengan Sumpah Hippokrates;
….
* I swear by Apollo Physician and Asclepius and Hygieia and Panaceia and all the gods and goddesses, making them my witnesses, that I fulfil according to my ability and judgement this oath and this covenant.
Saya bersumpah demi (Tuhan) … bahwa saya akan memenuhi sesuai dengan kemampuan saya dan penilaian saya guna memenuhi sumpah dan perjanjian ini.
….
Semua lambang-lambang ini sering kita lihat bukan? Sadarkah kita kalau semua ini adalah praktek-praktek agama paganisme?
C. Perkembangan Kedokteran Pada Masa Nabi dan Sesudah Nabi
Pada masa Nabi perkembangan kedokteran sudah sangat maju. Telah banyak terapi-terapi yang bermunculan. Namun, dari sekian banyak terapi, Rasulullah memilih cara pengobatan dengan cara bekam dan madu sebagai ikhtiar memperoleh kesembuhan dari As-Syafii, Allah Yang Maha Penyembuh.
Hal itu di tegaskan dalam hadits yang disabdakan dalam Kitab Ath Thib: “Dari Ibn ‘Abbas ra. Dari Nabi saw. telah bersabda: Kesembuhan (obat) itu ada pada tiga perkara yaitu minum madu, berbekam dan berobat dengan api, dan aku melarang umatku berobat dengan api itu.” (HR. Bukhari).
Dan pengobatan dengan madu diperkuat dengan firman Allah swt. dalam Al-Qur’an. Allah swt berfirman “…..Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkannya. (An-Nahl 16 : 69). Selain itu Rasulullah juga mengajarkan pengobatan dengan habbatus sauda, air Zam-Zam dan ruqyah.
Setelah Rasulullah wafat, Ibu Sina seorang ilmuwan Islam mempelajari dan menerjemahkan kitab-kitab mengenai berbagai ilmu di istana Samani pada saat Raja Bukhara Nuh bin Manshur berkuasa. Ibnu Sina atau juga dikenal dengan Aviciena kemudian menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran. Kitab itu dalam ilmu kedokteran menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab itu mengupas kaidah-kaidah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 Masehi, Kitab Al Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan dalam bahasa latin, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab itu pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas di Eropa dan kemudian berkembang ke seluruh dunia. Hingga kini Al Qanun dipergunakan dalam metode pengobatan konvensional/medik yang umum dikenal masyarakat dan ditangani para dokter dan ahli-ahli medis, yang terdidik dalam ilmu kedokteran.
Pengembangan Dunia Pengobatan
Saat ini pengobatan yang berasal dari Barat dikenal dengan istilah Alopati. Pengobatan ini memiliki banyak kelebihan seperti penggunaan teknologi modern untuk mendeteksi penyakit (clinical diagnosis), melakukan operasi (pembedahan) pembuatan obat-obatan (farmakologi), penanganan mata (optalmologi), penghilang rasa atau bius (anestisologi). Pengobatan konvensional telah dilengkapi dengan berbagai temuan mutakhir dalam kasus-kasus tertentu. Seperti penanganan kecelakaan, cedera pemindahan organ tubuh, cangkok dan sebagainya.
Selain itu juga berkembang pula di masyarakat berbagai pengobatan diantaranya akupuntur, akupresur, dan batu giok. Ada juga dengan menggunakan praktek sihir yang ditangani oleh para normal, dukun atau orang-orang yang dianggap pandai. Diakui ataupun tidak sejak zaman purba hingga zaman sekarang, praktik pengobatan seperti ini sangatlah disukai oleh masyarakat padahal Rasulullah telah bersabda:
“Barang siapa yang datang kepada dukun menanyakan suatu perkara lalu membenarkan ucapan dukun itu, kufurlah ia terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw. dan barang siapa datang dan tidak membenarkannya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (H.R. Thabrani).
Kita mesti waspada, mengandalkan kekuatan mistis yang terkadang pengobatannya tidak masuk diakal, adalah praktik pengobatan yang melanggar sunnatullah. Bisa saja setelah berobat secara mistis atau sihir, seseorang sembuh dari suatu penyakit. Namun, perlu diketahui proses kesembuhan tersebut menggunakan bantuan jin dan biasanya bersifat sementara. Memang ketergantungan seseorang kepada jin itulah yang menjadi target utama syetan untuk menghancurkan akidah seorang hamba Allah.
Ath-Thibbun Nabawi
Ath-Thibbun Nabawi ialah pengobatan cara Nabi Muhammad saw. Nabi kita memang tidak diturunkan sebagai seorang tabib, tetapi kita yakin bahwa yang disabdakan Rasul ialah merupakan wahyu. Ciri khas dari pengobatan ini bersifat Ilahiah dan alamiah. Sesuai dengan konsep Islam yang bersifat fitrah, dari mulai aqidah, ibadah, muamalah, demikian juga dalam pengobatannya. Seperti yang disebutkan oleh DR. Ja’far Khadem Yamani, Syari’ah Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. terkandung nilai-nilai aththib (kedokteran) yang murni dan tinggi. Karena prinsip dari syari’ah Islam ialah membawa maslahat umat manusia pada masa sekarang dan yang akan datang.
Dari berbagai pengobatan yang ada sekarang ini kaum muslimin dapat memilih dari bermacam pengobatan yang ada sekarang ini. pengobatan itu haruslah tidak melanggar syari’at Islam dan tidak merusak tubuh serta kecacatan. Apabila kita berobat dengan racikan yang tidak terjamin halalan thayyibannya akankah Allah ridho dengan cara seperti itu? Padahal seluruh sendi kehidupan kita hanya mencari ridho-Nya. Belum cukup yakinkah kita dengan apa yang disabdakan dan pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw.?
Awal Perkembangan Sebelum Islam
Keilmuan
yang berkembang dan praktek-prakteknya tidak tanpa mula. Tapi mempunyai sejarah
panjang yang dihasilkan para pendahulu hingga hasilnya dapat dilihat saat ini.
Awal mula kelahirannya dimulai pada masa peradaban Yunani. Dan bangsa-bangsa
lain sekitar pada masa itu.
Dalam
peradaban Yunani, orang Yunani Kuno mempercayai Asclepius sebagai dewa
kesehatan. Pada era ini, menurut penulis Canterbury Tales, Geoffrey Chaucer, di
Yunani telah muncul beberapa dokter atau tabib terkemuka. Tokoh Yunani yang
banyak berkontribusi mengembangkan ilmu kedokteran adalah Hippocrates atau
`Ypocras' (5-4 SM). Dia adalah tabib Yunani yang menulis dasar-dasar
pengobatan.
Pada
Masa Peradaban Islam
Perkembangan
kedokteran Islam melalui tiga periode pasang-surut. Periode pertama dimulai
dengan gerakan penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan bahasa lainnya
ke dalam bahasa Arab yang berlangsung pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada
masa ini, sarjana dari Syiria dan Persia secara gemilang dan jujur
menerjemahkan litelatur dari Yunani dan Syiria kedalam bahasa Arab.
Rujukan
pertama kedokteran terpelajar dibawah kekuasaan khalifah dinasti Umayyah, yang
memperkerjakan dokter ahli dalam tradisi Helenistik. Pada abad ke-8 sejumlah
keluarga dinasti Umayyah diceritakan memerintahkan penterjemahan teks medis dan
kimiawi dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Berbagai sumber juga menunjukkan
bahwa khalifah dinasti Umayyah, Umar ibn Abdul Aziz (p.717-20) memerintahkan
penterjemhan dari bahasa Siria ke bahasa Arab sebuah buku pegangan medis abad
ketujuh yang ditulis oleh pangeran Aleksandria Ahrun.
Pengalihbahasaan
literatur medis meningkat drastis dibawah kekuasaan Khalifah Al-Ma'mun dari
Dinasti Abbasiyah di Baghdad. Para dokter dari Nestoria dari kota Gundishpur
dipekerjakan dalam kegiatan ini. Sejumlah sarjana Islam pun terkemuka ikut
ambil bagian dalam proses transfer pengetahuan itu. Tercatat sejumlah tokoh
seperti, Yuhanna Ibn Masawayah (w. 857), Jurjis Ibn-Bakhtisliu, serta Hunain
Ibn Ishak (808-873 M) ikut menerjemahkan literatur kuno dan dokter masa awal.
Karya-karya
original ditulis dalam bahasa Arab oleh Hunayn. Beberapa risalah yang
ditulisnya, diantaranya al-Masail fi al-Tibb lil-Mutaallimin (masalah
kedokteran bagi para pelajar) dan Kitab al-Asyr Maqalat fi al-Ayn (sepuluh
risalah tentang mata). Karya tersebut berpengaruh dan sangat inovatif, walaupun
sangat sedikit memaparkan observasi baru. Karya yang paling terkenal dalam
periode awal ini disusun oleh Ali Ibn Sahl Rabban al-Tabari (783-858), Firdaws
al-Hikmah. Dengan mengadopsi satu pendekatan kritis yang memungkinkan pembaca
memilih dari beragam praktek, karya ini merupakan karya kedokteran Arab komprehensif
pertama yang mengintegrasikan dan memuat berbagai tradisi kedokteran waktu itu.
Perkembangan
tradisi dan keberagaman yang nampak pada kedokteran Arab pertama, dikatan John
dapat dilacak sampai pada warisan Helenistik. Dari pada khazanah kedokteran
India. walaupun keilmuan kedokteran India kurang terlalu mendapat perhatian,
tidak menafikan adanya sumber dan praktek berharga yang dapat dipelajari.
Warisan ilmiah Yunani menjadi dominan, khususnya helenistik, John Esposito
mengatakan “satu kesadaran atas (perlunya) lebih dari satu tradisi mendorong
untuk pendekatan kritis dan selektif “. Seperti dalam sains Arab awal.
Pada
abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat.
Sejumlah RS (RS) besar berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya
berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga
menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru. Tak heran, bila penelitian dan
pengembangan yang begitu gencar telah menghasilkan ilmu medis baru. Era
kejayaan peradaban Islam ini telah melahirkan sejumlah dokter terkemuka dan
berpengaruh di dunia kedokteran, hingga sekarang.
Era
kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti
Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn- Maimon.
Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes. Ia pernah menjadi
dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah
ke Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah.
Buku kedokteran yang dihasilkannya berjudul “Al-Mansuri” (Liber Al-Mansofis)
dan “Al-Hawi”.
Tokoh
kedokteran lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal di Barat
Abulcasis. Dia adalah ahli bedah terkemuka di Arab. Al-Zahrawi menempuh
pendidikan di Universitas Cordoba. Dia menjadi dokter istana pada masa Khalifah
Abdel Rahman III. Sebagain besar hidupnya didedikasikan untuk menulis buku-buku
kedokteran dan khususnya masalah bedah.
Salah
satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, 'Al-Tastif Liman Ajiz'an
Al-Ta'lif' - ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu
digunakan di Eropa hingga abad ke-17. Al-Zahrawi menerapkan cautery untuk
mengendalikan pendarahan. Dia juga menggunakan alkohol dan lilin untuk
mengentikan pendarahan dari tengkorak selama membedah tengkorak. Al-Zahrawi
juga menulis buku tentang tentang operasi gigi.
Dokter
Muslim yang juga sangat termasyhur adalah Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M).
Salah satu kitab kedokteran fenomela yang berhasil ditulisnya adalah Al-Qanun
fi Al-Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam ensiklopedia
kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Hingga abad ke-17, kitab
itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa.
Tokoh
kedokteran era keemasan Islam adalah Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M).
Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa.
Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul 'Al-
Kulliyat fi Al-Tibb' (Colliyet). Buku itu berisi rangkuman ilmu kedokteran.
Buku kedokteran lainnya berjudul 'Al-Taisir' mengupas praktik-praktik
kedokteran.
Setelah
abad ke-13 M, ilmu kedokteran yang dikembangkan sarjana-sarjana Islam mengalami
masa stagnasi. Perlahan kemudian surut dan mengalami kemunduran, seiring runtuhnya
era kejayaan Islam di abad pertengahan.